“Sepotong episode kenangan”
Penulis Hanifa
Di bangku sekolah itu ada sepotong kenangan
Yang tak akan pernah ku lupakan
Di situ ada cerita aku dan kau
Di temani lirihnya perjuangan
Menjajaki getirnya asa menggapai cita
Detik-detik yang terlalui begitu terasa cepat
Di penghujung masa seragam abu-abu ku
Aku tak tau dan tak mau memaknai apa yang kurasa
Semua terasa sakit untuk berpisah
Ada sebuah kata kenyamanan saat bercanda tawa dengan mu
Tapi kenyataannya waktu itu akan pergi
Saat malam menjemput senja
Tuhan..
Aku jatuh cinta….
Pada saat sisa-sisa kenangan masa seragam abu-abuku
Tapi? Aku hanya bisa memendam cinta ini
Tanpa seorang pun tau,kecuali Engkau..
Bahkan aku pun tak membiarkan burung yang sering menyapaku
tak ingin aku dia tau..
Bahwa aku sedang jatuh cinta padanya…
Salahkah aku jatuh cinta?
Salahkah aku yang memendam rasa?
Berdosakah bila rasa ini aku ungkapkan dahulu?
Sedangkan saat ini aku berjuang untuk menepis rasa ini
Wahai Rabb…aku tidak ingin kau murka
Menikmati cinta yang belum halal kumiliki,
Karna nya aku hanya memendam rasa ini
Biarlah angin yang membisikkan kepadanya
Bahwa aku ingin menjadi tulang rusuknya
Saat waktu itu tiba..
Di sudut sekolah itu
Masih jelas dalam ruang ingatanku
Kau memberikan senyuman yang indah di mataku
Walau itu sekarang hanya angan bagiku
Tapi tak mengapa…
Cinta ini akan selalu terpendalam jauh dalam relung hati
Saat cinta itu datang menjemput ku kembali
Hidup bersamamu dengan hubungan yang telah di ridoi..
“Nyanyian luka rakyat”
Setiap sudut kota yang tak bersuara
Setiap penjuru yang katanya diam membisu
Menyimpan jutaan teriakan, pekikan derita penghuni bangsa
Di Setiap perputaran jam waktu itu
Ada korban-korban jiwa yang siap menikam sukma bangsa
Kelaparan, kemiskinan,pembunuhan…
Itu hanya secuil kelamnya negeriku
Masih banyak catatan hitam yang tak bisa ku tuliskan
Dimana keadilan?
Saat pemimpin berjalan di atas permadani
Dan rakyatnya berjalan di atas duri
Yang ada hanya lorong-lorong kegelapan
Rakyat merangkak di tengah cekikkan kesengsaraan
Di sudut kota itu…
Belum tersentuh oleh secercah indahnya kehidupan
Raga-raganya masih berjalan di lika-liku yang siap menghadang
Wahai pemegang tampuk bangsa
Adakah kalian dengar ratapan, rintihan penderitaan itu?
Atau hanya seolah-olah kalian hanya menikmati
Sepoi-sepoinya angin negerimu di kursi goyang
Kami masih ingat janji manismu
Masih ingat kau yang dulu pura-pura merangkul kami
Bercengkrama mendengar keluh kesah kami
Kini semua hanya angan belaka
Semua menghiang ditelan murka
Kini rakyatmu terluka
Kini rakyat mu nestapa
Dan kini rakyatmu murka
Ingat Tuan-tuan kami
Kalian masih bisa mengingkari janji kepada kami
Tapi tak bisa di pungkiri
Tuhan akan menagih janji kepadamu wahai tuan
Duhai pemegang tampuk-tampuk kekuasaan
Adakah kalian mendengar hati nurani?
Disini kami tersiksa tanpa ada rasa kasihan
Disini kami menununggu secercah kehidupan
Yang dapat menemani pahitnya perjuangan hidup ini
“Surat untuk Pahlawan”
Untuk para pahlawanku...
Hari ini tubuh-tubuh yang dulu kokoh
Telah lama terbaring tidur untuk selama-lamanya...
Saat tragedi pahit silam jutaan mata menjadi saksinya...
Saat sang penjajah meluluh lantakkan bumi dan merenggut kehormatan para gadis
Menjadikannya budak-budak peliharaan
Yang akan dinikmati lalu dicampakkan dengan tak berharga
Dan racun-racun kelaparan mengintai orang setiap detik putaran jam itu
Disetiap sudut kota yang tak bersuara
Tak peduli akan tulang-belulang yang terinjak-injak para penjajah
Bangsamu yang dulu tangguh kini mulai bobrok
Bobrok akan agama, ilmu dan moral..
Lihatlah tingkah anak bangsamu yang selalu berbuat nista..
Kau tak mengharapkan taburan hujan bunga di nisanmu
Tidak begitu penting lisan-lisan mengelu-elukan namamu di jagad raya ini..
Tidak juga berarti hamparan bingkisan yang menanti
Untaian rindu hanya dapat kami rajut dengan benang-benang doa
Karena tangan-tangan ini tak mampu untuk melukiskan ungkapan trimakasih
Dairy-dairy ku takkan cukup untuk mengukir jasa-jasa
Walaupun dengan lautan tinta yang kutumpahkan
Hanya lewat lembaran-lembaran surat kecil ini
Akan ku kirim pada-Nya
Semoga Allah memberikan syurga atas perjuanganmu
Pahlawanku.....
Pekanbaru,1 April 2018
Biodata
Nama Hanifa, saya lahir di Pasaman Sumatera Barat tanggal 14 juli 1995, sekarang saya sedang menempuh studi di UIN Suska Riau semester 8 jurusan pendidikan Kimia. Saya tinggal di Rusunawa Putri UIN Suska Riau. No. HP 082284544198
Penulis Hanifa
Di bangku sekolah itu ada sepotong kenangan
Yang tak akan pernah ku lupakan
Di situ ada cerita aku dan kau
Di temani lirihnya perjuangan
Menjajaki getirnya asa menggapai cita
Detik-detik yang terlalui begitu terasa cepat
Di penghujung masa seragam abu-abu ku
Aku tak tau dan tak mau memaknai apa yang kurasa
Semua terasa sakit untuk berpisah
Ada sebuah kata kenyamanan saat bercanda tawa dengan mu
Tapi kenyataannya waktu itu akan pergi
Saat malam menjemput senja
Tuhan..
Aku jatuh cinta….
Pada saat sisa-sisa kenangan masa seragam abu-abuku
Tapi? Aku hanya bisa memendam cinta ini
Tanpa seorang pun tau,kecuali Engkau..
Bahkan aku pun tak membiarkan burung yang sering menyapaku
tak ingin aku dia tau..
Bahwa aku sedang jatuh cinta padanya…
Salahkah aku jatuh cinta?
Salahkah aku yang memendam rasa?
Berdosakah bila rasa ini aku ungkapkan dahulu?
Sedangkan saat ini aku berjuang untuk menepis rasa ini
Wahai Rabb…aku tidak ingin kau murka
Menikmati cinta yang belum halal kumiliki,
Karna nya aku hanya memendam rasa ini
Biarlah angin yang membisikkan kepadanya
Bahwa aku ingin menjadi tulang rusuknya
Saat waktu itu tiba..
Di sudut sekolah itu
Masih jelas dalam ruang ingatanku
Kau memberikan senyuman yang indah di mataku
Walau itu sekarang hanya angan bagiku
Tapi tak mengapa…
Cinta ini akan selalu terpendalam jauh dalam relung hati
Saat cinta itu datang menjemput ku kembali
Hidup bersamamu dengan hubungan yang telah di ridoi..
“Nyanyian luka rakyat”
Setiap sudut kota yang tak bersuara
Setiap penjuru yang katanya diam membisu
Menyimpan jutaan teriakan, pekikan derita penghuni bangsa
Di Setiap perputaran jam waktu itu
Ada korban-korban jiwa yang siap menikam sukma bangsa
Kelaparan, kemiskinan,pembunuhan…
Itu hanya secuil kelamnya negeriku
Masih banyak catatan hitam yang tak bisa ku tuliskan
Dimana keadilan?
Saat pemimpin berjalan di atas permadani
Dan rakyatnya berjalan di atas duri
Yang ada hanya lorong-lorong kegelapan
Rakyat merangkak di tengah cekikkan kesengsaraan
Di sudut kota itu…
Belum tersentuh oleh secercah indahnya kehidupan
Raga-raganya masih berjalan di lika-liku yang siap menghadang
Wahai pemegang tampuk bangsa
Adakah kalian dengar ratapan, rintihan penderitaan itu?
Atau hanya seolah-olah kalian hanya menikmati
Sepoi-sepoinya angin negerimu di kursi goyang
Kami masih ingat janji manismu
Masih ingat kau yang dulu pura-pura merangkul kami
Bercengkrama mendengar keluh kesah kami
Kini semua hanya angan belaka
Semua menghiang ditelan murka
Kini rakyatmu terluka
Kini rakyat mu nestapa
Dan kini rakyatmu murka
Ingat Tuan-tuan kami
Kalian masih bisa mengingkari janji kepada kami
Tapi tak bisa di pungkiri
Tuhan akan menagih janji kepadamu wahai tuan
Duhai pemegang tampuk-tampuk kekuasaan
Adakah kalian mendengar hati nurani?
Disini kami tersiksa tanpa ada rasa kasihan
Disini kami menununggu secercah kehidupan
Yang dapat menemani pahitnya perjuangan hidup ini
“Surat untuk Pahlawan”
Untuk para pahlawanku...
Hari ini tubuh-tubuh yang dulu kokoh
Telah lama terbaring tidur untuk selama-lamanya...
Saat tragedi pahit silam jutaan mata menjadi saksinya...
Saat sang penjajah meluluh lantakkan bumi dan merenggut kehormatan para gadis
Menjadikannya budak-budak peliharaan
Yang akan dinikmati lalu dicampakkan dengan tak berharga
Dan racun-racun kelaparan mengintai orang setiap detik putaran jam itu
Disetiap sudut kota yang tak bersuara
Tak peduli akan tulang-belulang yang terinjak-injak para penjajah
Bangsamu yang dulu tangguh kini mulai bobrok
Bobrok akan agama, ilmu dan moral..
Lihatlah tingkah anak bangsamu yang selalu berbuat nista..
Kau tak mengharapkan taburan hujan bunga di nisanmu
Tidak begitu penting lisan-lisan mengelu-elukan namamu di jagad raya ini..
Tidak juga berarti hamparan bingkisan yang menanti
Untaian rindu hanya dapat kami rajut dengan benang-benang doa
Karena tangan-tangan ini tak mampu untuk melukiskan ungkapan trimakasih
Dairy-dairy ku takkan cukup untuk mengukir jasa-jasa
Walaupun dengan lautan tinta yang kutumpahkan
Hanya lewat lembaran-lembaran surat kecil ini
Akan ku kirim pada-Nya
Semoga Allah memberikan syurga atas perjuanganmu
Pahlawanku.....
Pekanbaru,1 April 2018
Biodata
Bagus puisinya...
BalasHapusSukses terus ya...
Aamiin
Mksh rori...aamiin
Hapus