Antara Cangkul dan Pena
Karya: Asti Amelia Ritonga
Ayahku terhebat,
Karenamu kumengenal pena dan
Karenaku kau bertemankan cangkul
Tanpa pernah sebelumnya kau geluti dengan ulet
Ayahku tercinta,
Ikhlas dan relamu memenuhi yang kumau
Dengan gigih kau berusaha
Dengan gagah kau bingkis urusan rindu
Ayahku terbaik,
Hangat pelukmu memang tak kurasakan lagi namun
Percayaku selalu kau titipkan lewat do’amu
Do’a yang tegar hanya Tuhan yang paham
Ayahku tersayang,
Maafku yang masih membebani masa senjamu
Membuat tenagamu terkuras deras demi aku
Mengharuskanmu melawan teriknya mentari dan
Menambah kerutan di ruas- ruas kulitmu
Ayahku terkuat,
Dengan lantang kau hadapi kerasnya dunia
Tak peduli hitam putihnya terpenting aku bahagia
Satu tanggung jawabmu yang enggan ku terima
Terus bermanja dipangkuanmu senantiasa
Ayahku terbijak,
Kuarungi waktuku di ruang nyaman
Bertemankan insan yang berilmu jitu sementara
Kau hanya beradadi alam raya tanpa berkeluh kesah
Berdrama cengrama bersama tanamanmu sahaja
Pejuang Rindu Mama
Jauh dari pandangan mataku dirimu
Mama begitu rentan raga ini tanpamu
Selalu terbesit wajahmu dalam pikirku
Tapi aku biasa apa? Hanya menikmati dukaku,
Kerasnya hidup harus kulewati bergandengkan kemandirian
Kemanjaan mulai terkikis ; kian kita yang berjauhan
Karena telah kumengenal arti sebuah kehidupan
Menyesalku pernah menyia- nyiakan waktu ketika berdampingan
Jika goresan tinta ini bisa menggambarkan
Di sini akan kuluapkan perihal kerinduan
Aku rindu Mama yang pasti selalu
Derai rintik pun ikut menghampiri pipiku
Terkadang jua menutupi pelangi hatiku
Karena telah mencontreng rindu yang semakin syahdu
Hanya dalam diam,
Kumengadu dan meronta
Sekian jarak terpisah.,
Sekian lama tak bersua.,
Tegar melewati waktu yang menyiksa !
Aku yang ingin kembali pulang Mama
Terpejam dalam dekap belaianmu
Sentuhan hangat lembut tanpa air mata
Tapi tugas ini belum juga selesai bercerita..
Temanku Pena
Dalam hening aku menyapa,
Dengan manja para kata- perkata
Kini kutelah ditemani pena
Agar kusampai menuai cipta
Bisahkah ini kujalani sampai ku tua ?
Dinding kamarku hanya membisu
Meniadakan jawaban; terbentur lirihnya angin
Semakin larut..
Aku belum selesai menulis
Masih banyak bagian kosong
Namun waktu enggan menunggu,
Layaknya ; berlian indah dan berkilau
Meski pada kegelapan jua
Menjadi pelita Ayah dan Bunda
Karena merekalah penyemangat berkarya
Rasa bahagia, luka, cinta,
Kunikmati bersama mereka pena
Dengan setia saling bermanja bahagia
Kuharap kata akan abadi meski aku telah tiada
Sebab merekalah menjadi bukti rasa
Merawat keindahan dunia sastra
Lewat temanku sang pena.
Padangsidimpuan, 31 Maret 2018
Biodata
Komentar
Posting Komentar