Langsung ke konten utama

Puisi-Puisi Faisal ER; Yang Mati Dan Abadi

YANG MATI DAN ABADI
(Mengenang kepergian Ahmad Budi Cahyanto)

Budi telah pergi,
Jiwa kita tersakiti
perjalanan maut yang menimpanya
Seperti kilatan petir di bukit thursina

Musa pun pingsan dibuatnya
Dan kita pun bertanya adanya
Langit gelap tiba-tiba
Ranting-ranting yang patah
Tergesek angin beludru

Sementara jiwamu telah pergi
Meninggalkan musim bersemi,
Memecah benua dan daratan
cinta pun gugur sebelum diabadikan
Kau sejarah luka dunia pendidikan

Kepergianmu adalah kesucian diri
Dari sekeping doa dan asap dufa
Sebuah percakapan tanpa suara
Menengadah ke langit dalam doanya
bentangan sunyi dan jarak yang sepi
Terasa bertukar tubuh dengan jiwaku yang lumpuh
Pupuslah sudah

Sumenep 07/02

Kau bilang, Aku bukanlah seorang penyair
( sebuah i'ktikaf cinta)

aku bukan lahir dari rahim penyair
Ayah dan Ibuku seorang petani kebun
Tak sempurna berucap kata
Aku besar di pesawahan dengan deritanya
Menghisap darah dan keringatnya
Keluh kesahnya adalah luka dalam sajakku

Ketika malam tiba
keduanya bercakap tentang gelap
Rumah kosong tanpa jendela
Angin sakal di luar sana
Sepenggal kalimat beranak pinak,
tanah-tanah becek, ranting-ranting patah,
harap cemas, bergantian menghembus sajakku

Sebagai seorang penyair
Aku menjumpaimu secara kebetulan saja
Menjinakkan kata sekalipun tak sempurna
bahkan isak tangisku yang terus meronta
Mengembara dalam tubuhmu, mengelitik asyik
Dari sebuah kisah pristiwa luka

Dan, pedang nurani kepenyairanmu
mengancam diriku
melukai bathinku,
menebas leherku,
darahku kau hisap berkali-kali dari tubuhku
Aku pun melukai diri sendiri dalam iktikafku
Ternyata darahku masih saja beku

Aku bersatu dalam barisan yang sama
Tapi bukan sebagai penyair
Biarkan saja aku mengenalimu seperti air
Mengalir langkahku menujumu
Meskipun lukaku akibat sabetan pedangmu
Belum bisa kutebus begitu saja

Rombiya- barat 1 Februari 2018

RINDUKU TELAH MUSNAH

Matahari di mataku membakar seluruh tubuh
Jiwa-jiwa telanjang dan mati berserakan
Sebagian yang hidup berteriak lantang
Teriakan merdeka sekeras besi dan baja

Aku melepas rindu, melepas segala suka
doa-doa liar tentang waktu menggebiri langkah
Jalanan tak ada ujung, Peziarah dan pengemis
Menangis di pojok ruang yang kerontang,
Malam menggelisahkan, tahajudnya kesakitan,
mereka diskusi tentang lukanya, dan bara api di tubuhnya

Musnahlah sudah,
Aku merasa tak punya doa lagi
malam di biarkan dingin, nafas bercampur asap
Mengepung rumahku menutup jejakku untuk tuhan
Dan gelap jiwamu seperti sarang laba-laba
Munajahku juga terluka dan jiwaku ber airmata
Aku telah tiada tanpa doa

Lepaslah rindu, musnahlah sudah
Bersamanya aku  pergi
Meninggalkan jejak matahari
Menjumpai kerinduanmu yang berpesan bijak
Doamu bermakna isyarat
Serupa malaikat menepuk pundak Muhammad
Bangunkan jiwaku tentang kekuatan makrifat
Allah amatlah dekat, pesanmu

Sementara mereka yang diam
Doa-doanya bersama kutukan
Dan, derap Tasbih di tangannya
Segenggam harap, seluas makna

Aku benar-benar pergi, ntahlah kemana
Aku kehilangan doa,
sudut arah yang kebingungan dalam pasrah,
: sebab kata mereka
Berdiam bukanlah bekerja,
hanya mengekalkan rasa dalam jiwa

Dan aku merasa,
Doaku menyesakkan dada
Menggugurkan bunga-bunga
Rantingnya kering dan patah
Memutus setiap aliran darah

Jiwaku mati dalam gelisah
Mengeliat beban di pundakku
Batu-batu pecah, besi berkarat
Gumpalan es menjadi asap
Doa -doa mulai sekarat,
Aku pun yatim di hadapan Tuhanku

2018

FAISAL ER, Lahir di Rombiya Barat 6 Februari 1979 Madura. Karir bersastranya di mulai sejak nyantri di Annuqayah (Lubsel) dan aktif di Sanggar Andalas (1996) Ketua Kelompok Baca Puisi Annuqayah (KBPA, 1997) Aktivis Kembara 7 (1997-2000) Ketua Laboratorium Sastra (LS) Annuqayah (1999-2000)

Puisi-Puisinya pernah diantologikan bersama; Olle Ollang, (1998) Perbani 13 (1999) Pertemuan Sufi (2000) Bandung Dalam Puisi (2001) Antologi bersma, Diatas Viaduct (2009) Tzunami Nangro Aceh (2008) Sajak Kemerdekaan (2009) antologi puisi 100 penyair Nusantara, Cimanuk, ketika burung-burung kini telah pergi (2016) antologi tunggalnya Nyanyian Sebelum Subuh (2002) Sertifikat Cinta (2006),

Dan Beberapa Karyanya Di Muat Di Majalah Suaka, UIN SGD Bandung, Seni Budaya, Hu.Pikiran Rakyat, Galamedia, Radar Madura, Jendela Newssletter, dll.
Profil faisal di tulis kang unay di Majalah Mangle dan Tajuk oleh Abah wawan, keduanya terbit di Jawa Barat.

Alamat yang bisa di hubungi, 0817589140/ 081332220822 birosumenep@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi-Puisi Fatimatus Sya'diah;Bagiku Kamu

Antara Ada Dan Tiada Penulis: Fatimatus sya'diah Sejenak garis tipis itu mulai membentuk, Menyeringai tanpa mengerti Mungkin sebab tak lagi mau dicari, Berhenti mencaci tentang rasanya yang tak diyakini. Memilah gengsi dari rangkaian rasa dihati Untuk keberanian yang kau cipta dalam untaian kata, Yang kucerca dgn kata tanpa terduga Untuk perhatian yang kau tuang dalam secangkir kopi, Yang membuatku seketika merasa percaya akan hati Untuk tawa pengertian yang kau sajikan dalam ketenangan Yang membuatku k esal akan tatapan Untuk rela menjadi telinga dalam tiap suara, Yang seketika hadirkan rasa yang tiada dalam kamus rasa Terima kasih, Untuk rasa yang tak pernah terbaca walau selalu dirasa Pekanbaru, 28 April 2018 Sama Dengan Payah Penulis: Fatimatus sya’diah Ketika kata menjadi fatamorgana Hilang dalam rasa Ingin sampaikan makna namun samar dalam oase lara Masih sama dalam asa Meski memudar dalam raga Masih dengan gerutu sang pendusta Walau t...

Puisi-Puisi Nasywa Fauzia Zahro;Dunia

Ulangi Kesalahanmu Karya : Nasywa Fauzia Zahro Ulangi Kesalahanmu... Supaya kami selalu berhati-hati Berusaha rajin, gigih, dan berani Untuk menyempurnakan kekurangan diri Membangun sosial ekonomi yang kokoh dan mandiri Kami tak mengharap pertolonganmu Yang ada udangnya di balik batu Ulangi kesalahanmu... Supaya kami senantiasa mencari-cari Ilmu dan pengalaman Tak lama lagi Kamilah pencipta keajaiban Ilmu dan teknologi Kami tak menginginkan bantuanmu Ulangi kesalahanmu... Sembunyikan penemuanmu Kini kami telah bersedia menandingimu Wahai yang merasa berkuasa besar Yang kerdil perikemanusiaan Tulungagung, 29 April 2018 Takdir Karya : Nasywa Fauzia Zahro Coba kau renungkan Puing-puing penderitaan hidup Sebuah persinggahan sementara Mengajar kita arti ketabahan Coba kau teliti Jeritan tangisan hati Jangan disenandungkan lagi Karena kesedihan itu Tak akan mengubah Nasib perjalanan waktu Coba kau baca Secebis iman di dada Adalah pertaruhan yang nya...

Puisi-Puisi Hanifa;Surat Untuk Pahlawan

“Sepotong episode kenangan” Penulis Hanifa Di bangku sekolah itu ada sepotong kenangan Yang tak akan pernah ku lupakan Di situ ada cerita aku dan kau Di temani lirihnya perjuangan Menjajaki getirnya asa menggapai cita Detik-detik yang terlalui begitu terasa cepat Di penghujung masa seragam abu-abu ku Aku tak tau dan tak mau memaknai apa yang kurasa Semua terasa sakit untuk berpisah Ada sebuah kata kenyamanan saat bercanda tawa dengan mu Tapi kenyataannya waktu itu akan pergi Saat malam menjemput senja Tuhan.. Aku jatuh cinta…. Pada saat sisa-sisa kenangan masa seragam abu-abuku Tapi? Aku hanya bisa memendam cinta ini Tanpa seorang pun tau,kecuali Engkau.. Bahkan aku pun tak membiarkan burung yang sering menyapaku tak ingin aku dia tau.. Bahwa aku sedang jatuh cinta padanya… Salahkah aku jatuh cinta? Salahkah aku yang memendam rasa? Berdosakah bila rasa ini aku ungkapkan dahulu? Sedangkan saat  ini aku berjuang untuk menepis rasa ini Wahai Rabb…aku tidak i...